SENIN BERBATIK, UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA DAN KONSTRIBUSI MEMBANGUN EKONOMI BANGSA
- hmaunairbwi
- Feb 9, 2019
- 5 min read

SENIN BERBATIK, UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA DAN KONSTRIBUSI MEMBANGUN EKONOMI BANGSA
Oleh : Dian Pratama
HIMPUNAN MAHASISWA AKUNTANSI PSDKU UNAIR DI BANYUWANGI KABINET ABHINAYA
Senin berbatik adalah salah satu agenda dari Himpunan Mahasiswa Akuntansi PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi. Kegiatan ini adalah menganjurkan seluruh warga Akuntasi untuk mengenakan batik setiap hari senin. Kegiatan tersebut merupakan konstribusi sederhana dari Akuntansi PSDKU untuk melestarikan budaya dan turut berkonstribusi membangun ekonomi bangsa.
Pada hari Jum’at, 2 Oktober 2009, bangsa Indonesia menyambut pengukuhan batik sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity) asli khas Indonesia dan sertifikat pengesahan batik sebagai representasi budaya Indonesia oleh United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) organisasi yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Tentu kita masih ingat, sebelum pengukuhan batik sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh UNESCO, batik di klaim oleh Malaysia. Harus diakui bahwa klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Klaim tersebut secara tidak langsung menjadi pemicu lahirnya Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Forum ini sadar bahwa generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia.
Dewasa ini penggunaan batik makin beragam. Pasar ekspor batik mencapai 125 juta dollar AS per tahun. Sekitar dua juta orang bergantung pada usaha batik, mulai pedagang kecil dan menengah serta pemasok kebutuhan batik beserta keluarganya. Seluruh pihak yang terkait dengan batik telah memahami dan sepakat untuk memperjuangkan agar batik Indonesia dapat diakui oleh Unesco. Mereka berharap, dengan telah diakuinya batik oleh Unesco, pasar (dan industri) batik akan menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Dalam konteks inilah – bahwa batik bukan sekedar budaya khas Indonesia, tetapi kekayaan intelektual bangsa Indonesia dan nafas serta penggerak kehidupan sebagian masyarakat Indonesia – artikel ini ditulis untuk memberikan gambaran tentang: (1) sejarah batik Indonesia, (2) batik sebagai budaya nasional, (3) mempatenkan batik, dan (4) industri batik dan sumbangsihnya terhadap perekonomian nasional.
Sejarah Batik Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia (khususnya suku Jawa) mulai akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Mempatenkan Batik
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi. Paten diberikan untuk selama waktu tertentu karena melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Kita sambut gembira masuknya batik Indonesia dalam 76 warisan budaya nonbenda dunia. Hal ini memiliki makna bahwa kita telah mempatenkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Meskipun dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), Indonesia hanya menyumbangkan satu, sementara China 21 dan Jepang 13 warisan. Jumlah ini jangan menyurutkan rasa gembira dan rasa syukur kita.
Prosedur yang ditempuh untuk pengakuan itu dilakukan sesuai Konvensi Unesco tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda. Konvensi Unesco tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah melalui PP Nomor 78 Tahun 2007 dan, terhitung 15 Januari 2008, Indonesia resmi menjadi Negara Pihak Konvensi. Dengan demikian, Indonesia berhak menominasikan mata budayanya untuk dicantumkan dalam daftar representatif Unesco.
UU. Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menjamin perlindungan hak kekayaan intelektual komunal ataupun personal. Daerah diberi kebebasan mendaftarkan agar mendapat perlindungan sebagai kekayaan budaya bangsa. Upaya itu sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Pemprov Bali. DIY menyangkut batik gaya Yogyakarta, sedangkan Bali terkait dengan tarian dan tetabuhan musik. Dalam UU ini, hak cipta didefinisikan sebagai, "Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 ayat 1).
Industri Batik dan Sumbangsihnya terhadap Perekonomian Nasional
Seolah jendela dunia bisnis terbuka lebar ketika pada 2 Oktober 2009 lalu, UNESCO mendeklarasikan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Sejatinya, inilah tantangan bagi kita untuk mengangkat batik sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat. Deklarasi itu ternyata mampu membangkitkan spirit “berbatik ria” di masyarakat Indonesia. Kabarnya, penjualan batik di sejumlah gerai batik laku keras alias laris manis. Inilah euforia batik. Dengan bahasa lebih bening, euforia batik bakal lebih mendatangkan aura positif bagi pertumbuhan dan pengembangan perekonomian nasional.
Bagaimana kinerja ekspor batik nasional? Mari kita lihat realisasi ekspor batik Indonesia selama 2004 - 2009.
Tahun
Nilai Ekspor Batik Nasional
2004 US$ 34,41 juta
2005 US$ 12,46 juta
2006 US$ 14,27 juta
2007 US$ 20,89 juta
2008 USS 32,28 juta
Triwulan 1 2009 US$ 10,86 juta
Sumber: Suara Pembaruan, 3 Oktober 2009.
Solusi Alternatif melestarikan Batik Nasional
Bagaimana kiat untuk mendongkrak batik secara ekonomis? Pertama, pemerintah sebagai komandan pertumbuhan perekonomian nasional selayaknya segera ”menabuh gong” pemberdayaan batik nasional. Caranya? Semua pegawai negeri yang berjumlah sekitar 4 juta orang wajib memakai batik setiap Jumat. Ini termasuk semua pejabat tertinggi negara dan tinggi negara.
Kedua, pemerintah juga perlu mewajibkan semua pelajar untuk mengenakan batik setiap Senin. Kewajiban ini sudah dijalankan oleh beberapa sekolah namun belum merata. Pemberdayaan model ini sesungguhnya merupakan edukasi pragmatis bagi generasi mendatang dalam mengembangkan produk dalam negeri.
Ketiga, peserta seminar, workshop dan pelatihan wajib mengenakan pakaian batik pada pembukaan acara tersebut, termasuk dalam sidang wakil rakyat. Acara ini patut dianggap sebagai momen penting untuk mengembangkan produk dalam negeri.
Simpulan
Melihat uraian dan data diatas, dapatlah kita simpulkan bahwa dengan kegiatan Senin Berbatik, secara tidak langsung memberikan dampak yang besar dalam usaha melestarikan kebudayaan bangsa dan juga membangun ekonomi nasional. Benarkah demikian ?. Marilah kita kaji, dengan kita mengenakan batik (utamanya batik tulis maupun cap, jangan mengenakan batik printing, karena itu akan membunuh mata pencaharian pembatik) maka sudah pasti kita turut berkonstribusi melestarikan budaya bangsa.
Dalam hal turut membangun perekonomian nasional, tatkala kta mengenakan batik (baju batik) maka sudah berapa pelaku ekonomi yang terlibat. Kita membeli batik, maka akan memberikan penghasilan kepada para pengrajin batik. Para pengrajin batik juga akan membeli bahan bahku kepada para pemasok, pedagang kain mori, pengrajin canting, pembuat pola batik. Begitu pula saat kita merubah kain batik menjadi sebuah pakaian , maka penjahit juga akan mendapatkan dampak ekonomi yang baik. Karenannya, mari sukseskan agenda SENIN BERBATIK, karena merupakan upaya melestarikan budaya dan membangun perekonomian bangsa melalui cara cara sederhana. Ingat bahwa perubahan besar berawal dari usaha – usaha kecil dan sederhana.
Referensi :
[1] Anonim. “Batik Milik Dunia”, Kompas.
[2] “Industri Batik Indonesia Dihadapkan Tantangan Besar”. dalam www.kapanlagi.com.
[3] “Batik, Jangan Cuma Puas Diakui UNESCO” dalam www.kompas.com.
[4] Direktorat Jenderal Industri Tekstil Departemen Perindustrian RI Buku Petunjuk Industri Tekstil. Jakarta. 1976.
[5] Djafri, Chamroel. Gagasan Seputar Pengembangan Industri Dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil). Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo. 2003.
[6] “Kadin: Pengembangan Batik Memerlukan Stragedi Besar” dalam www.kapanlagi.com.
[7] Kuncoro, Mudrajat 2006. Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Bersaing. Erlangga. Jakarta. 2006
[8] “Mengangkat Pamor Batik sekaligus Membangun Pilar Ekonomi Rakyat”. Kontan,
[9] “Sejarah Batik Indonesia” dalam www.batikmarket.com
[10] Soetrisno, Benny. Perspektif & Tantangan Industri Tekstil Nasional Pasca Kuota, Implikasi & Urgensinya Terhadap Perbankan. Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 2004.
[11] Undang-undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten.
[12] Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Comments